Jakarta

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah segera menerapkan cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Hal tersebut berkaitan dengan tingginya risiko kasus diabetes melitus tipe dua pada kalangan anak muda dan anak-anak.

Berdasarkan knowledge Worldwide Diabetes Federation (IDF), Indonesia menempati peringkat kelima jumlah pengidap diabetes terbanyak di dunia dengan 19,47 juta orang. Prevalensi pengidap diabetes di Indonesia berarti mencapai 10,6 persen.

Dalam survei yang dilakukan oleh di 10 kota di Indonesia, YLKI mencatat tingginya jumlah anak dan remaja yang mengonsumsi MBDK setiap harinya. Survei yang dilakukan dengan 800 responden tersebut menemukan bahwa 25,9 persen anak dan remaja di bawah usia 17 tahun mengonsumsi MBDK setiap hari.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Temuan kita mengonfirmasi bahwa kalau kita lihat anak-anak usia kurang dari 17 tahun yang mengonsumsi manis setiap hari itu tinggi ya. Tentunya tingginya konsumsi ini dapat memicu masalah obesitas dan diabetes,” ucap peneliti dari YLKI Ainul Huda ketika ditemui detikcom di Jakarta Selatan, Senin (11/12/2023).

Ainul mengatakan mudahnya akses MBDK menjadi salah satu faktor di balik jumlah konsumsi minuman manis di RI tinggi. Survei tersebut menunjukkan 38 persen responden membeli MBDK di warung-warung terdekat.

“Kemudahan akses itu akan berasosiasi dengan frekuensi dengan quantity konsumsi. Kalau kita perhatikan itu yang pertama warung (38 persen), lalu minimarket (28 persen), dan grocery store (17 persen). Kalau warung itu 2-5 menit saja bisa dijangkau dengan mudah,” jelas Ainul.

Di tengah tingginya konsumsi MBDK di kalangan masyarakat khususnya anak muda dan anak-anak, YLKI menilai diperlukan intervensi lebih kuat dari pemerintah untuk membendung hal tersebut. Pelaksanaan cukai MBDK serta strategi lain seperti edukasi terkait label kemasan dapat menjadi cara untuk menekan perilaku konsumsi di kalangan masyarakat.

Wacana terkait penerapan cukai MBDK ini sebenarnya sudah dibahas oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan semenjak 2019. Namun, implementasinya beberapa kali tertunda hingga kemungkinan bisa diberlakukan pada tahun 2024.

“Kita berharap betul di tahun 2024 nanti pemerintah punya komitmen konsisten untuk mengeksekusi janjinya ya untuk bisa menerapkan cukai nanti di tahun 2024. Dengan cara ini masyarakat bisa terlindungi,” ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam kesempatan yang sama.

“Cukai itu menjadi instrumen yang paling kuat memberikan efek pada konsumen untuk mengendalikan konsumsi karena terkait dengan harga. Konsumen kita itu sensitif dengan harga jadi nanti akan mengurangi dan beralih ke air putih,” pungkasnya.

Survei yang dilakukan oleh YLKI dilakukan pada awal hingga pertengahan Juni 2023. Adapun kota yang menjadi lokasi survei meliputi Medan, Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Balikpapan, Makassar, dan Kupang.

Dalam survei tersebut, 58 persen responden mengaku akan mendukung kebijakan cukai MBDK sebesar 25 persen jika akhirnya diberlakukan. Survei tersebut juga menyebutkan bahwa 18,3 persen responden menyatakan akan mengubah kebiasaan mengonsumsi minuman manis jika cukai MBDK diterapkan.

Simak Video “Penjelasan Kemenkes soal Dorong Cukai untuk Minuman Berpemanis
[Gambas:Video 20detik]
(avk/naf)